“Allah Ta’ala menampakkan pada segalanya, karena Dia adalah Maha Batin. Dan Dia meliputi segalanya, karena Dia adalah Maha Dzohir (Maha Nyata Jelas).”
Tidak bisa wushul (sampai) mengenalNya kecuali melalui yang tampak dariNya, karena yang tampak itu menunjukkan atas DiriNya. Namun segala sesuatu menjadi sirna jika Dia Tampak, karena WujudNya mengapus segalanya dan ketidak bebasan atas AdaNya.
Maka, hikmah dibalik tampaknya sang makhluk, adalah wujud pengenalan ma’rifat padaNya, selain meraih kema’rifatan karena sirnanya sang makhluk. Maka Maha Sucilah Yang Maha Tampak dan Maha Batin nan Maha Mengetahui.
Karena itu beliau melanjutkan:
“Allah memperkenankan dirimu untuk memandang segala yang tersembunyi dibalik semesta makhluk. Dan Allah swt tidak mengizinkan anda untuk memandang atau berhenti pada wujud dzatnya makhluk. Dalam Al-Qur’an dikatakan, “Katakan, Lihatlah apa yang tersembunyi dibalik langit….,(Yunus 101) “
dan Allah swt tidak berfirman, “Lihatlah langit…!”. Maka Allah swt, akan membuka pintu kefahaman padamu. Allah tidak berfirman, “Lihatlah langit!” agar anda tidak terjebak pada wujud benda-benda.”
Ibnu Athaillah menggunakan kata “memperkenankan”, untuk menunjukkan bahwa memandang dan mencari bukti petunjuk dibalik langit itu tidak wajib hukumnya.
Karena itu ada seorang Syeikh diberi informasi oleh muridnya, bahwa “Ada orang yang mendapatkan bukti akan Ke-esaan Allah swt dengan seribu dalil.” Maka Syeikh itu menjawab, “Hai anakku, jika ia mengenal Allah swt, sama sekali ia tidak akan mencari bukti.”
Kata-kata syeikh itu akhirnya sampai pada sang cendekiawan yang punya seribu dalil, lalu berkata, “Benar gurumu! Karena mereka menyaksikan dengan nyata, sedangkan kami menyaksikan dibalik tirai.”
Ada seorang murid bertanya kepada gurunya, “Hai Ustadz, dimanakah Allah?”
Sang guru menjawab, “Hai! Kamu bisa dihanguskan Allah! Apakah kamu ini mencariNya dengan mata-kepala atas “dimana”?”
Orang yang menikmati keindahan semesta, menurut para sufi dilarang. Yang diperkenankan adalah memandang yang tersembunyi dibalik semesta langit dan bumi. Karena jika memandang isi langit dan bumi, seseorang bisa terjebak pada wujud bendanya, bukan yang ada dibalik benda.
Lalu apa yang ada dibalik benda-benda semesta ini? Yang ada hanyalah Asma’, Af’al dan SifatNya. Sehingga seseorang akan terus menerus musyahadah dan mengingatNya (berdzikir).
(Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary)
“Allah memperkenankan dirimu untuk memandang segala yang tersembunyi dibalik semesta makhluk. Dan Allah swt tidak mengizinkan anda untuk memandang atau berhenti pada wujud dzatnya makhluk. Dalam Al-Qur’an dikatakan, “Katakan, Lihatlah apa yang tersembunyi dibalik langit….,(Yunus 101) “
dan Allah swt tidak berfirman, “Lihatlah langit…!”. Maka Allah swt, akan membuka pintu kefahaman padamu. Allah tidak berfirman, “Lihatlah langit!” agar anda tidak terjebak pada wujud benda-benda.”
Ibnu Athaillah menggunakan kata “memperkenankan”, untuk menunjukkan bahwa memandang dan mencari bukti petunjuk dibalik langit itu tidak wajib hukumnya.
Karena itu ada seorang Syeikh diberi informasi oleh muridnya, bahwa “Ada orang yang mendapatkan bukti akan Ke-esaan Allah swt dengan seribu dalil.” Maka Syeikh itu menjawab, “Hai anakku, jika ia mengenal Allah swt, sama sekali ia tidak akan mencari bukti.”
Kata-kata syeikh itu akhirnya sampai pada sang cendekiawan yang punya seribu dalil, lalu berkata, “Benar gurumu! Karena mereka menyaksikan dengan nyata, sedangkan kami menyaksikan dibalik tirai.”
Ada seorang murid bertanya kepada gurunya, “Hai Ustadz, dimanakah Allah?”
Sang guru menjawab, “Hai! Kamu bisa dihanguskan Allah! Apakah kamu ini mencariNya dengan mata-kepala atas “dimana”?”
Orang yang menikmati keindahan semesta, menurut para sufi dilarang. Yang diperkenankan adalah memandang yang tersembunyi dibalik semesta langit dan bumi. Karena jika memandang isi langit dan bumi, seseorang bisa terjebak pada wujud bendanya, bukan yang ada dibalik benda.
Lalu apa yang ada dibalik benda-benda semesta ini? Yang ada hanyalah Asma’, Af’al dan SifatNya. Sehingga seseorang akan terus menerus musyahadah dan mengingatNya (berdzikir).
(Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary)
No comments:
Post a Comment